Kamis, 09 Mei 2013

Ritual Tabuik Pariaman

Tahun baru islam yang di peringati 1 muharam 1434 hijriyah,  bicara tentang bulan Muharram pasti tidak akan lepas dari peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M. Hijrah itu sekaligus menjadi titik awal dimulainya kalender Islam. Ini artinya hijrah Rasulullah SAW beserta para sahabatnya ke Madinah telah berumur 1434 tahun. memaknai tahun baru islam ini banyak masyarakat muslim di seluruh belahan dunia menyambutnya dengan bahagia , termasuk di 
Indonesia yang memeriahkan dengan bentuk perayaan, yang notabennya berbeda dengan perayaan tahun baru masehi, perayaan-perayaan dalam konteks kebudayaan pun juga ada,  salah satu nya dalam kebudayaan di pariaman, Sumatra barat yaitu tradisi tabuik.
Tabuik merupakan tradisi turun temurun yang sudah berlangsung di daerah pariaman, sejarah Tabuik  berasal dari sebuah kata dari bahasa Arab yakni ‘tabut’ yang berarti mengarak merupakan sebuah tradisi masyarakat yang sudah dilaksanakan secara turun temurun. Upacara yang diselenggarakan pada hari Asura atau 10 Muharram ini merupakan sebuah peringatan atas peristiwa Perang Karbala yang dibawa oleh penganut Syiah dari Timur.
Tabuik berjumlah dua buah dan terbuat dari bambu serta kayu. Bentuknya menyerupai binatang berbadan kuda dan berkepala manusia dengan posisi  tegap dan memiliki sayap.  Dalam kepercayaan Islam, Tabuik tersebut sebagai gambaran dari Buraq yang dipercaya sebagai kendaraan Nabi Muhammad dalam peristiwa Isra’ Mi’raj. Kedua Tabuik tersebut diarak menuju pantai setempat untuk di ‘serahkan” ke laut. Saat matahari terbenam arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik tersebut dibawa ke pantai yang selanjutnya buang kelaut. Hal tersebut dipercaya sebagai ritual buang sial .
Tabuik yang sudah menjadi tradisi tahunan terhadap pemda setempat ini, tidak hanya memperkenalkan kebudayaan tetapi juga meningkatkan jumlah wisatawan yang datang dari dalam maupun luar kota, tradisi tabuik ini juga di selenggarakan di kota lain seperti Bengkulu. Semoga dengan artikel ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca sekalian, sekaligus juga membatu pembaca mengingat bahwa budaya kita masih banyak yang perlu dilestarikan serta tetap menjaga kaidah islam dalam kebudayaan.



Prosesi Ritual Budaya Tabuik Pariaman

Membuat daraga

Beberapa hari sebelum prosesi tabuik dimulai terlebih dahulu masing-masing rumah tabuik mendirikan sebuah tempat yang dilingkari dengan bahan alami (pimpiang) empat persegi dan didalam nya diberi tanda sebagai kiasan bercorak makam yang dinamakan dengan”daraga” .fungsi dari daraga adalah sebagai pusat dan tempat alat ritual,merupakan tempat pelaksanaan maatam.

1. Mengambil tanah (tanggal 1 muharram)
Aktivitas pengambilan tanah dilakukan pada petang hari tanggal 1 muharam ,dilakukan dengansuatu arak-arakan yang dimeriahkan dengan gendang tasa. Mengambil tanah dilaksanakan oleh dua kelompok tabuik yaitu kelompok “tabuik pasar” dan “tabuik Subarang”, masing-masing kelompok mengambil tanah pada tempat (anak sungai) yang berbeda dan berlawanan arah . tabuik pasar di desa pauh, sedangkan tabuik subarang di alai-gelombang yang berjarak ±600 meter dari daraga(rumah tabuik). Pengambilan tanah dilakukan oleh seorang laki-laki dengan berpakaian jubah putih melambangkan kejujuran hosen. Tanah tersebut diusung ke “daraga” sebagai symbol kuburan hosen.

2. Menebang batang pisang (tanggal 5 muharram)
Menebang batang pisang adalah cerminan dari ketajaman pedang yang digunakan dalam perang menuntut balas atas kematian hosen.oleh seorang pria dengan berpakaian silat. Batang pisang ditebang putus sekali pancung.

3. Peristiwa maatam (tanggal 7 muharam)
Prosesi maatam dilaksanakan setelah shalat dzuhur oleh orang(keluarga) penghuni rumah tabuik. Secara beriringan mereka berjalan mengelilingi daraga sambil membawa peralatan ritual tabuik (jari-jari,sorban,pedang hosen dll) sambil menangis meratap-ratap. Hal ini sebagai pertanda kesedihan yang dalam atas kematian hosen, sedangkan daraga adalah hakekat dari kuburan hosen.

4. Maarak jari-jari (tanggal 7 muharam)
Maarak panja merupaka kegiatan membawa tiruan jari-jari tangan hosein yang tercincang, untuk diinformasikan kepada khalayak ramai bukti kekejaman raja zalim.
Peristiwa tersebut dimeriahkan dengan “hoyak tabuik lenong” yaitu sebuah tabuik berukuran kecil yang diletakkan diatas kepala seorang laki-laki sambil diiringi bunyi gandang tasa.

5. Maarak saroban (petang tanggal 8 muharam)
Peristiwa maarak saroban bertujuan untuk menginformasikan kepada anggota masyarakat akan halnya penutup kepala (sorban) hosen yang terbunuh dalam perang karbala. Hampir serupa dengan peristiwa maarak panja, bahwa kagiatan ini juga diiringi dengan membawa miniature tabuik lenong serta didiringi gemuruh bunyi gendang tasa sambil sorak sorai.

6. Tabuik naik pangkat (dini hari tanggal 10 muharam)
Pada dini hari menjelang fajar, dua bagian tabuik yang telah siap dibagun, di pondok pembuatan tabuik mulai disatukan menjadi tabuik utuh. Peristiwa ini dinamakan dengan tabuik naik pangkat, selajutnya seiring matahari terbit, tabuik diusung ke arena (jalan) dan ditampilkan dan hoyak sepanjang hari tanggal 10 muharam.

7. Pesta hoyak tabuik (tanggal 10 muharam)
Sepanjang hari tanggal 10 muharam mulai pada pukul 09.00 wib dua tabuik pasar dan tabuik subarang disuguhkan ketengah pengunjung pesta hoyak tabuik sebagai hakekat peristiwa perang karbala dalam islam. Acara hyak tabuik akan berlangsung hingga sore hari secara lambat laun tabuik diusung menuju pinggir pantai seiring turunnya matahari.

8. Tabuik dibuang kelaut(petang tanggal 10 muharam)
Tepat pukul 18.00 wib senja hari, tatkala “sunset” memancarkan sinar merah tembaga akhirnya masing –masing tabuik dilemparkan ke laut oleh kedua kelompok anak nagari pasa dan subarang ditengah kerumunan para pengunjung yang hanyut oleh rasa haru. Maka selesai lah prosesi pesta budaya tabuik.



Filosofi Tabuik

Seperti halnya upacara Tabuik, mewakili cerminan sikap dan pola hidup masyarakat Pariaman. Nilai-nilai yang terkandung di dalam setiap rentetan alur pelaksanaan maupun simbol upacara tersebut menjadi hal yang penting bagi masyarakat setempat. Tabuik atau lengkapnya upacara Tabuik adalah adalah salah satu tradisi sosial keagamaan masyarakat minangkabau, khususnya di wilayah Padang Pariaman. Substansi tradisi ini bersumber dari suatu peristiwa yaitu kisah mati syahid Husein Bin Abi Thalib (cucu Nabi Muhammad SAW yang kemudian biasa disebut Husein) dalam perang melawan Raja Yazid Bin Muawiyah di negeri Syam di Padang Karbala yang terjadi pada bulan Muharram tahun 61 (Ernatib dkk 2001:3).
Orang Minang pada umumnya menyebutkan kata Tabuik berasal dari kata Tabut dan orang Pariaman khususnya melafazkan Tabuik. Ini disebabkan pengaruh dialek Minang dimana konsonan akhir huruf “t” akan dilafalkan “ik” seperti takut menjadi takuik, larut menjadi laruik dan sebagainya. Menurut beberapa sumber Tabuik adalah peti kayu yang dilapisi emas (Brosur Depparpostel Sumbar, 1993/1994 dalam Khanizar Chands, 1995:7, Ernatib dkk, 2001:14). Sedangkan menurut W.j.S Poerwadarminta dalam Ernatib, 2001 : 14 pada Kamus Besar Bahasa Indonesia Tabuik atau Tabut adalah sebuah peti yang terbuat dari anyaman bambu yang diberi kertas berwarna, kemudian dibawa arak-arakan pada hari peringatan Hasan dan Husein tanggal 10 Muharram. Upacara Tabuik sekarang telah menjadi agenda tahunan tradisi masyarakat Padang Pariaman setiap tanggal 1-10 Muharram.
Selanjutnya Muhammad Idrus Al Marbawi dalam Ernatib, 2001 : 14 dalam kamus bahasa arab mengatakan, Tabuik berasal dari bahasa Arab Melayu yang artinya peti atau keranda yang dihiasi bunga-bunga dan kain berwarna-warni dan kemudian dibawa berarak-arak keliling kampung. Sedangkan pengertian Tabuik di Pariaman adalah sebuah keranda yang diibaratkan sebagai usungan mayat Husein Bin Ali yang terbuat dari bambu, kayu rotan yang dihiasi bunga-bunga “salapan”. Pada bagian bawah Tabuik terdapat seekor burung Buraq berkepala manusia dan pada bagian atasnya terdapat satu tangkai bunga salapan yang disebut sebagai puncak Tabuik.
Secara harfiah Tabuik berarti peti atau keranda yang dihiasi bunga-bungaan dan dekorasi lain yang berwarna-warni dan kelengkapan lain yang menggambarkan Buraq (hewan kuda yang berkepala manusia). Secara simbolik, Tabuik menyimbolkan kebesaran Allah SWT yang telah membawa terbang jenazah imam Husein ke langit dengan Buraq tersebut sebagai medium yang meninggal secara mengenaskan saat terjadi perang di Karbala, Madinah.
Tradisi ini bersifat kolosal, karena melibatkan banyak orang, mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan dan tahap akhir pada penyelesaian puncak acara. Keterlibatan kelembagaan maupun pemerintah daerah, masyarakat setempat, juga pihak lain dari luar daerah pariaman mempunyai andil cukup besar dalam berlangsungnya upacara Tabuik. Secara kuantitas upacara Tabuik merupakan keramaian sosial yang terbesar di wilayah Padang Pariaman. Keterlibatan banyak personil dan lembaga hal ini menunjukkan bahwa acara ini senantiasa menjadi agenda tetap yang dinanti-nanti seluruh masyarakat Pariaman. Secara kualitas, Tabuik merupakan ruang sosial keterlibatan ninik mamak, alim ulama, cerdik pandai dan anak nagari semua ini menunjukkan bahwa Tabuik telah menjadi media sosial yang paling efektif bagi eksistensi unsur-unsur sosial budaya dalam masyarakat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar